Implementasi Konseling Integratif dalam Meningkatkan Aktualisasdi Diri Mahasiswa

Gambar 1. Pemaparan Hasil

Aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki kebutuhan Maslow yang mencerminkan pencapaian potensi individu secara penuh. Pada tahap ini, seseorang tidak hanya berfungsi secara efektif dalam kehidupannya, tetapi juga mengalami kepuasan batin, makna, dan kontribusi terhadap lingkungannya. Dalam konteks kehidupan kampus, mahasiswa menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghambat proses aktualisasi diri, seperti tekanan akademik, konflik intrapersonal, krisis identitas, hingga kecemasan eksistensial.

Hasil survei kepada mahasiswa yang aktif pada kegiatan non akademik pada Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) dan Lembaga Kemahasiswaan (Lemawa) di salah satu Program Studi Universitas Nusantara PGRI Kediri menunjukkan: a) Mahasiswa tingkat 1 sejumlah 93 orang hanya 20,4% mengikuti Ormawa dan 7,5% mengikuti Lemawa; b) Mahasiswa tingkat 2 sejumlah 55 orang hanya 23,6% Ormawa dan 7,5% mengikuti Lemawa; dan c) Mahasiswa tingkat 3 sejumlah 49 orang 32,6% mengikuti Ormawa dan 28,5% mengikuti Lemawa. Minat dan antusias mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi dan pengembangan diri melalui Ormawa atau Lemawa tergolong cukup rendah. Padahal terdapat 29 Ormawa dan 14 Lemawa yang dapat mengasah bakat serta memfalisitasi mahasiswa pada kegiatan positif. Fakta peminat kegiatan Ormawa/Lemawa kurang dari 50%, hal tersebut mencerminkan kurangnya antusias dalam pengembangan potensi dan kurang mendukung pencapaian aktualisasi diri mahasiswa.

Salah satu bentuk intervensi yang relevan dalam mengatasi hambatan tersebut adalah melalui konseling integratif, yaitu pendekatan yang menggabungkan berbagai teknik konseling sesuai kebutuhan klien. Dalam hal ini, pendekatan REBT (Rational Emotive Behavior Therapy) dan eksistensial-humanistik dapat digunakan secara sinergis untuk membantu mahasiswa mengenali, menantang, dan mengubah pola pikir irasional yang menghambat pertumbuhan diri.

Menggabungkan pendekatan REBT dan eksistensial-humanistik dalam satu kerangka konseling memungkinkan proses pembinaan mahasiswa yang lebih menyeluruh. REBT memberikan struktur untuk mengatasi pikiran irasional, sedangkan pendekatan eksistensial-humanistik membuka ruang bagi refleksi diri yang mendalam. Keduanya sama-sama berorientasi pada pertumbuhan, kesadaran diri, dan pembebasan individu dari hambatan psikologis yang membatasi potensi mereka.

Gambar 2. Sesi Diskusi

Pada tanggal 3 Juli 2024 perwakilan tim peneliti memamaparkan hasil penelitian kepada konselor Perguruan Tinggi yang sekaligus sebagai dosen Bimbingan dan Konseling. Selain itu kegiatan sosialisasi juga dihadiri Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ka. Prodi dan perwakilan dosen Pendidikan Profesi Guru. Ada beberapa manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini, diantaranya: 1) lebih memahami kondisi mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri, baik secara akademik maupun non-akademik 2) mendapatkan tambahan informasi terkait integrasi pendekatan REBT dan eksistensial humanisme, dan 3) hasil penelitian dapat dijadikan referensi dan rekomendasi untuk membantu masalah individu khususnya mahasiswa dalam meningkatkan aktualisasi diri.

Dengan demikian, sosialisasi hasil penerapan konseling integratif berbasis REBT dan eksistensial-humanistik menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan aktualisasi diri mahasiswa. Mereka tidak hanya dibekali strategi untuk berpikir lebih rasional, tetapi juga diajak untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan autentik.

(Ikke Yuliani Dhian Puspitarini1, Fattah Hanurawan2, Adi Atmoko3, Arbin Janu Setiyowati4)